Gratifikasi merupakan salah satu celah korupsi yang seringkali luput dari perhatian kita, khususnya civitas akademika di lingkungan kampus. Padahal, universitas sebagai pusat pendidikan dan pembentukan karakter semestinya menjadi garda terdepan dalam menanamkan nilai-nilai etika, integritas, profesionalitas, dan moral anti-korupsi. Dengan demikian, penting bagi seluruh dosen, tenaga kependidikan, mahasiswa, hingga pejabat struktural untuk memahami apa itu gratifikasi, bagaimana bentuknya, serta mengapa hal ini perlu diwaspadai, hingga bahkan ditolak.

Berdasarkan UU No. 31 Tahun 1999 junto UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, gratifikasi merujuk pada pemberian barang, diskon, fasilitas, uang, maupun keuntungan kepada penyelenggara negara terkait dengan jabatan atau kewenangannya. Dalam konteks Perguruan Tinggi, pencegahan gratifikasi telah diatur dalam Permendikbud No 29 tahun 2019 tentang Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan pendidikan dan Kebudayaan, sehingga seluruh dosen dan tenaga kependidikan di lingkungan kampus dilarang untuk melakukan ataupun menerima segala bentuk gratifikasi. Oleh karena itu, pemberian dari mahasiswa, orang tua, rekanan, atau pihak luar kampus kepada dosen, staf, maupun pimpinan kampus dapat dikategorikan sebagai gratifikasi, terlebih apabila pemberian tersebut berpotensi mempengaruhi keputusan, penilaian, atau perlakuan tertentu di kemudian hari.
Contoh gratifikasi yang lazim terjadi di perguruan tinggi antara lain seperti pemberian hadiah atau cendera mata setelah sidang tugas akhir, pemberian bingkisan kepada panitia seleksi mahasiswa baru, atau parsel lebaran dari pihak rekanan kepada pejabat kampus. Meskipun sekilas tampak sebagai “ucapan terima kasih”, namun pemberian seperti ini berisiko mencederai integritas dan obyektivitas akademisi sebagai profesional. Terlebih jika nilainya tidak wajar atau berkaitan dengan jabatan serta tugas yang diemban.

Seluruh warga UPN “Veteran” Jawa Timur harus memiliki kesadaran kolektif untuk menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian, akuntabilitas, dan transparansi dalam rerangka bela negara. Karena selain dapat menyuburkan konflik kepentingan, menormalisasi penerimaan gratifikasi juga membuka peluang terjadinya praktik korupsi yang cepat atau lambat dapat merusak iklim akademik dan merugikan negara. Oleh sebab itu, mari bersama-sama membangun budaya kampus yang bersih, jujur, dan berintegritas tinggi dengan menolak segala bentuk gratifikasi sejak saat ini. Kita wujudkan kampus bela negara tercinta ini sebagai ruang yang bebas dari praktik korupsi, sekaligus tempat tumbuhnya nilai-nilai kejujuran, dan profesionalisme yang bisa dirasakan hingga ke tengah-tengah masyarakat. (Charis)